Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Jumat, 21 Mei 2010

Apa? Gw rangking 10?


Apa? Gw rangking 10?

Oleh Eshu Humaira

“Pertama kalinya Eshu duduk di bangku baris belakang”

Ini hari pertama aku masuk sekolah setelah pembagian raport caturwulan satu, sebulan yang lalu. Alhamdulillah, meskipun nemku tidak terlalu bagus di SMP favorit itu, tapi aku bisa mendapat rangking 4. SMP Negeri 41 adalah SMP favorit hingga saat ini. Letaknya di dekat Kebun Binatang Ragunan dan Rumah Sakit Hewan serta kantor PLN dan Departemen Pertanian.

Aku merangsek masuk ke kelasku di lantai dasar dekat ruag olahraga, kelas 1-10. Aku kangen sekali. Walaupun kulihat banyak keramat dan debu yang bertebaran, tetapi tetap membuatku ingin segera bersekolah. Hari ini tidak ada kegiatan belajarmengajar, hanya ada pengumuman bahwa akan diberlakukan peraturan baru di kelasku. Semua yang tadinya duduk di baris depan sampai tengah, sekarang harus berpindah ke belakang. Alhasil, aku harus duduk di bangku paling belakang. Tadinya sih ok saja. Tetapi selang dua minggu, aku merasa ada yang aneh. 

Hah, beruntung suara guruku mengajar cukup terdengar sampai belakang, jadi aku masih bisa memperhatikan. Tapi, teman-teman laki-laki yang biasanya duduk di belakang sekarang duduk di depan. Aku merasa tidak nyaman karena mereka selalu berisik. Setidaknya kalau aku duduk di depan, suara mereka teredam oleh suara guru. Sekarang, mereka terlihat lebih mendominasi. Terlebih, guru-guru biasanya tidak mondar-mandir ke baris belakang, kecuali sedang mengawas ujian. 

Aku belum menyadari bahwa sebenarnya aku stress dengan keadaan itu. Karena sejak SD aku selalu duduk di baris depan sehingga aku dapat menangkap pelajaran dengan baik. Sedangkan kini, aku sepertinya banyak ketinggalan pelajaran. Apalagi karena situasi yang tidak memungkinkan untuk mendengarkan guru. Aku lebih tertarik bercanda dengan teman-temanku di baris belakang sambil mengobrol.

Karena situasi seperti itu, anak-anak di baris belakang sering mendapat teguran dari guru. Apalagi, mereka mengetahui bahwa kebanyakan dari kami adalah yang mendapat rangking sepuluh besar. Kami beralasan, bahwa kami berisik karena teman-teman di depan juga berisik sehingga suara guru tidak terdengar. Tetapi, yang kami obrolkan adalah tentang palajaran juga.

Guruku tidak mengindahkan alasan itu. Oleh karena itu ia akan memberikan sanksi bila ada yang mengobrol lagi saat pelajaran tengah berlangsung. Akupun menjadi lebih tenang, setidaknya teman-teman yang memang biasanya berisik di baris depan akan lebih waspada akan peringatan itu.

Selang tiga bulan kemudian, aku merasa ada yang salah dengan mataku. Tulisan guruku di depan tidak terlalu jelas. Seperti berbayang. Setiap kali aku akan menulis apa yang tertera di papan tulis, aku harus memastikannya dengan tulisan teman sebangkuku. Lama-lama aku jadi bosan. Seminggu kemudian, lebih parah lagi. Bahkan aku harus memicingkan mata untuk sekedar mengetahui guruku sedang menulis apa. Wajah gurukupun tidak terlihat begitu jelas. Oh, apa yang harus kulakukan? Mana sebentar lagi ujian lagi.

Ketika aku bercerita pada teman-temanku, mereka menyarankan agar aku memeriksakan mataku. Akhirnya, aku pergi ke polimata di Rumah Sakit Fatmawati. Ternyata mataku minus satu setengah. Wah..wah.. aku harus pakai kacamata dong?!

Tiga hari kemudian, kacamata yang kupesan di optik sudah jadi. Besoknya aku memakai kacamata ke sekolah. Ha.. tapi terlambat, kacamata itu tidak bisa membuat aku menangkap semua pelajaran di kelas. Bagaimana ini.. Ujianku sebentar lagi.

Akhirnya , hari ujianpun tiba. Dalam sepekan terakhir aku sudah berusaha semampuku melengkapi catatan pelajaran yang mungkin belum kucatat dari temanku. Hanya saja, aku lemah dalam menghapal. Mengingat apa yang dikatakan guru juga sudah tidak mungkin karena aku duduk di belakang. Maka, aku mengerjakan ujian semampu yang aku bisa.
Sampai saatnya tiba pembagian rapor caturwulan 2, aku dinyatakan rangking 10. Entah aku harus bersyukur atau tidak dengan kenyataan itu. Di satu sisi aku harusnya bersyukur karena masih 10 besar, tetapi aku kesal karena rangkingku turun 6 peringkat, tidak tanggung-tanggung. Tetapi, teman-teman dekatku seperti tahu apa yang kurasakan, mereka menasihatiku supaya bersyukur saja, karena dengan syukur kita akan merasa cukup. Akhirnya aku menghela napas dan tersenyum pada teman-temanku.
Aku juga senang karena akhirnya di caturwulan ketiga, peraturan di kelas itu dikembalikan seperti semula. Jadi, aku bisa duduk di depan lagi. Oh, Alhamdulillah. Dan di caturwulan terakhir di kelas satu ini aku mendapat rangking 2.

1 komentar:

~eshu mengatakan...

Hi Ronney... hajimemashou.. :)
saya udah mampir loh ke blog kamu..

Posting Komentar