Protected by Copyscape Duplicate Content Detection Software

Jumat, 21 Mei 2010

Interesting Moment in Library Part 1


Kisah seruku di perpustakaan dimulai pada saat aku duduk di bangku SMP, yaah kurang lebih 12 tahun yang lalu laah (he.. lama bener yak!). Yap, waktu itu aku pertama kali masuk ke perpustakaan yang (sepertinya) jarang dikunjungi, kelihatan sekali dindingnya kusam, cuacanya gelap (eh..emangnya langit), maksudnya kurang penerangan, jadi keliahatannya angker gitu deh. Pantas saja temen-teman malas datang kesana. Aku juga datang ke perpustakaan karena ada tugas dari guru (hehe). Untungnya perpus (singkatan dari perpustakaan) itu dekat dengan kantin, jadi gampang kalau  mau jajan. Bandel juga sih, padahal gak boleh bawa makanan ke dalam.

Waktu itu aku masih kelas 1, sekitar tahun 1997. Ehem, kalau boleh bangga (boleh gak niih), waktu itu aku sekelas sama seseorang yang jadi seleb loh sekarang. Siapa sih? He, yah ganteng  laah. Tapi, aku gak naksir dia kok, beneran! (penting gak seh eshu..). Aku kasih tahu tapi, jangan bilang siapa-siapa yak.. (lohh?!). Clue-nya, dia itu jadi model video klip lagu barunya pengantin baru yang nikah sama artis Malaysia. See? You got it! (tetep! Gak penting..hihi).

Nah, baru nih kejadian yang benernya di dalam perpus..(kok?). Lah iya, tadi kan di luar perpus. Aku lupa guruku memberi tugas baca buku apa, tapi beneran deh kesan pertamaku terhadap perpustakaan (yah berhubung waktu SD tidak ada perpus, jadi ini pengalaman perdana) adalah perpustakaan itu selain sepi, juga seram. Udah gitu, penerangan dari arah pintu yang juga tertutup oleh tembok kelas sebelah terhalang juga oleh rak-rak buku yang tinggi-tinggi dan uhhukk, berdebu. Huh…gak asyik deh pokoknya. Sampai akhirnya aku menemukan satu buku novel genrenya non-fiksi (sepertinya, karena aku belum tahu genre-genrean waktu itu). Jadi itu buku aku anggap keren banget.

Pertama, uh kayanya novel lama nih, udah gitu sampul dan kertasnya lapuk banget, jadi antik gitu deh dan pasti gak semua orang punya. Kedua, teksnya bahasa Inggris. Walaupun kurang mengerti arti kalimatnya, tapi aku (seolah) paham  maksudnya (kok, bisa seh shu??). Aku tertarik banget sama novel itu, sampai-sampai karena batas waktu peminjamannya kurang daripada waktu yang tersedia untuk membaca (halah..!), jadi aku perpanjang. Sebenarnya aku juga tertarik dengan peta dunia dan ensiklopedia, tapi tidak sebesar ketertarikanku dengan novel yang kutemui satu-satunya itu. Selain meyeramkan ruangannya, perpus itu juga membuatku enggan berjumpa lagi dengan bapak penjaganya. Karena, ketika aku akan meminjam buku atau harus bertanya ini itu, ia membelakangi cahaya yang sedikit masuk ruangan tersebut. Jadi, tentu saja wajahnya tidak terlalu jelas terlihat dan menambah kesan angker perpustakaan. Oh..seraam.

Jadi, novel itu berkisah tentang keluarga petani di Inggris. Kalau kita pernah memperhatikan salah satu film di televisi, yang mengisahkan tentang keluarga petani yang salah satu anggota keluarganya ada anak perempuan. Mereka hidup di area pertanian dan jaraknya agak jauh dari kota. Semacam film Heidi, tapi bukan itu. Suatu hari, kira-kira setahun kemudian waktu aku di kelas 2 aku menonton film yang mengisahkan isi novel itu. Wah, kesempatan yang langka dan kebetulan sekali. Aku semakin tertarik dengan kisah kesederhanaan hidup yang digambarkan dalam film tersebut. Salah satu contoh gambaran keunikan cerita mereka adalah ketika tokoh anak perempuan susah sekali tidur karena memikirkan hidungnya yang pesek, lalu saudaranya ada yang mengusulkan untuk menjepitnya dengan jepitan baju yang biasa digunakan untuk menjemur baju. Akhirnya si tokoh anak perempuan ini tidur meski sulit bernapas dan tentu saja, ketika bangun, hidungnya bukan mancung tapi memerah dan kesakitan. Saudaranya? Tentu saja menertawakan dia. Aku mengambil hikmah dari satu adegan yang paling aku ingat ini bahwa, kita harus mensyukuri apa yang kita punya. Tak perlu menjadi orang lain untuk disukai, karena orang lain akan bertambah kecewa ketika kita tidak menampilkan apa adanya kita.

Sayangnya aku lupa (ngapalin) judul novelnya. Soalnya, ketika kelas 3 baru tersadar, ternyata aku suka membaca dan menulis. Padahal itu novel pertama yang aku baca hingga akhirnya aku menemukan jati diriku. Maksudnya? Bahwa aku termasuk orang yang romantis (hehehe) karena menyukai karya sastra. Romantis? Ya, karena sebenarnya aku dikenal cukup tomboy. Tapi setelah membaca buku-buku bernuansa roman, aku merasa agak melankolis. Saat kelas 3 itu aku suka membuat puisi. Tapi tidak aku kumpulkan, sehingga sekarang aku tak punya kenangan saat itu. Sayang ya..

0 komentar:

Posting Komentar